IPH adalah indeks yang mengukur perubahan harga-harga 20 komoditas pangan yang memiliki bobot besar dalam Indeks Harga Konsumen (IHK) dan dapat dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah daerah. IPH menggunakan bobot dari hasil pengeluaran di Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Kabupaten Nagekeo. Jika ada komoditas IPH yang tidak ada di Susenas, maka untuk komoditas tersebut menggunakan bobot sister city IHK, yaitu bobot IHK kota/kabupaten yang memiliki karakteristik konsumsi yang mirip dengan Kabupaten Nagekeo.
IPH memiliki beberapa keunggulan, seperti dapat dikendalikan dalam jangka pendek, dapat digunakan sebagai sarana evaluasi kinerja kepala daerah dalam pengendalian inflasi, dan mudah dihitung dan dipahami. IPH dihitung oleh BPS RI dengan sumber data dari dinas perdagangan setempat dalam hal ini Dinas Perdagangan, Koperasi dan UKM Kabupaten Nagekeo.
20 komoditas yang termasuk dalam penghitungan IPH adalah beras, daging ayam ras, telur ayam ras, bawang merah, cabe merah, cabe rawit, minyak goreng, gula pasir, bawang putih, daging sapi, tepung terigu, pisang, dan jeruk. Masing-masing komoditas memiliki bobot masing-masing, dengan bobot terbesar adalah beras (28.50%), daging ayam ras (10.14%), dan telur ayam ras (7.86%).
Dengan adanya IPH, diharapkan dapat membantu pemerintah daerah dalam mengendalikan inflasi dan menjaga stabilitas harga-harga pangan. IPH juga dapat menjadi salah satu indikator kesejahteraan masyarakat, karena pangan merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi. IPH juga dapat menjadi bahan masukan bagi pemerintah pusat dalam merumuskan kebijakan makroekonomi yang berdampak pada inflasi.