Kepala BPS Kabupaten Nagekeo menghadiri Lokakarya Analisis GEDSI (Gender, Disabilitas, Sosial Inklusi, dan Perubahan Iklim) oleh Program INOVASI pada tanggal 12-13 Desember 2024 bertempat di SDI Danga.
Program Inovasi merupakan kemitraan bilateral antara Pemerintah Australia dan Pemerintah Republik Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan hasil pembelajaran siswa khususnya pada keterampilan dasar literasi, numerasi, dan karakter siswa Kelas 1 s.d. Kelas 2 SD dan MI. Program ini dilaksanakan di enam provinsi, yaitu Kalimantan Utara, Jawa Timur, NTB, NTT, dan Jawa Barat serta Maluku.
Kerjasama INOVASI sudah berlangsung selama 8 tahun, yaitu Fase I, dan II, serta dilanjutkan ke Fase III untuk tahun 2024-2027. Pada Fase III, sesuai kesepakatan dengan Pemerintah RI, INOVASI telah menambahkan program pendidikan berspektif “kesetaraan gender”, inklusi disabilitas, dan inklusi sosial, serta perubahan iklim. Empat urusan ini sungguh kompleks, penuh konteks dan kekuatan nilai-nilai setempat. Karenanya dirasa perlu untuk ditangani secara bersama-sama lintas sektor dan lembaga, baik oleh Pemerintah, Swasta, maupun mitra-mitra pembangunan melalui penguatan kapabilitas ekosistem pendidikan kabupaten dan satuan pendidikan.
Lokakarya bertujuan menganalisis kondisi GEDSI yang ada di Kabupaten Nagekeo berdasarkan 4 kuadran, yaitu sebagai individu, keluarga/masyarakat, institusi, dan pemerintah. Menganalisis, bukan mencari solusi. Mengapa penekanan pada analisis, mengapa bukan solusi, seberapa penting melakukan analisis.
Untuk melakukan analisis, kami dibagi dalam 4 kelompok sesuai topik diatas. BPS dan Bappelitbangda berada di Kelompok Disabilitas bersama Kepala Sekolah SD Yohanes Paulus II, Kepala Sekolah SDI Waemburung, dan tiga Ibu dari Dinas PK.
Hari pertama kami harus memperkenalkan teman di samping dan pandangannya soal disabilitas. Sempat agak kikuk karena bersama kepala sekolah dari sekolah terkenal di Kota Mbay, dengan pandangan masing-masing. Seperti biasa kita selalu menyamakan konsep definisi. Dari diskusi yang ada, saya selalu mengarahkan apakah ini masuk disabilitas atau hanya soal pola asuh yang membutuhkan Guru BK (Bimbingan Konseling) atau trauma yang membutuhkan psikolog, bukan terapis.
Hari kedua kami menunjukkan foto seorang anak berusia 6 tahun, dengan kemampuan setara usia 2 tahun. Dia butuh terapis. Kita belum ada terapis. Ia mengalami down sindrome. Keinginan menggugurkan janin menjadi salah satu penyebab disabilitas mental yang tinggi di masyarakat (35 persen). Kenapa ingin menggugurkan, itulah gunanya analisis, membedah sampai ke akar masalah.
Pembahasan isu-isu ini menjadi sangat sensitif. Empat urusan ini sungguh kompleks, penuh konteks dan kekuatan nilai-nilai setempat. Pemikiran kami soal disabilitas menjadi bermacam-macam. Dibukalah pengertian berdasarkan UU, memang cukup luas. Metadata kita belum menampung sedetail itu.
Di saat kami hang dan buntu, Bu Eni fasilitator dari Inovasi di kelompok kami mengajak kami bermain kalimat. Setiap orang melanjutkan kalimat temannya dengan menggunakan kata terakhir yang disebutkan temannya itu. Kami pun bermain melepaskan kebuntuan. Sudah sampai putaran kesekian kalinya kami masih lancar, sampai pada kalimat, "Orang perlu inovasi". Ada teman yang melanjutkan melanjutkan "INOVASI keren banget". Karena bingung tidak tahu kalimat apa dengan kata “Banget” ini akhirnya teman di sebelah terpaksa melanjutkan dengan mengucapkan "Banget lho hari ini". Kami semua meledak tetawa. Lokakarya yang sangat berkesan banget lho hari ini. Lokasi lokakarya di SDI Danga juga keren banget lho. Terimakasih INOVASI!
